Dalam rangka mendorong wacana Dana Abadi Muhammadiyah yang banyak disinggung akhir-akhir ini dan seperti telah dikemukakan juga oleh Prof Hilman Latief, maka diperlukan berbagai upaya masif dan terintegrasi agar impian tersebut terwujud. Salah satunya adalah usaha meningkatkan edukasi dan literasi di masyarakat secara umum dan warga Muhammadiyah secara khusus. Seperti diketahui, dana abadi Muhammadiyah bisa menjadi kanal baru untuk membiayai operasional layanan Muhammadiyah. Pelayanan kepada masyarakat oleh lembaga-lembaga Muhammadiyah memerlukan dana besar untuk membiayai keberlangsungan layanannya. Sebagai contoh institusi sekolah dan kampus Muhammadiyah, sangat sedikit sekolah dan kampus yang tidak bergantung pada SPP siswa dan mahasiswanya.
Dana abadi atau endowment fund mirip dengan pengelolaan wakaf di dunia Islam, karena dikelola secara produktif dengan memperhatikan resiko investasi. Disebut mirip juga karena benda wakaf dewasa ini tidak terbatas hanya pada aset seperti tanah, properti dan bangunan saja, tetapi bisa dalam bentuk uang, surat berharga, emas, saham, dan lain-lain sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang nomor 41 tahun 2004 Tentang Wakaf, pasal 16. Jika kita merujuk pada portofolio endowment fund dari beberapa kampus barat yang sukses mengelola dana abadinya maka instrumen-instrumen tersebut telah diakomodasi dalam undang-undang wakaf di Indonesia.
Rendahnya Literasi
Sayangnya pemahaman masyarakat Indonesia mengenai perwakafan masih rendah, bahkan jika dibandingkan literasi zakat. Hasil survei Indeks Literasi Zakat dan Wakaf Tahun 2020 menunjukkan bahwa indeks literasi wakaf baru mendapatkan skor 50,48 atau masuk dalam kategori rendah. Padahal tingkat literasi berbanding lurus dengan tingkat partisipasi atau keikutsertaan. Oleh karena itu kiranya diperlukan kolaborasi dari berbagai pihak untuk meningkatkan literasi perwakafan ini.
Sebagai masyarakat yang banyak digerakkan oleh nilai-nilai agama dan norma-norma luhur lainnya, sangat penting untuk memperhatikan dan mengeluarkan value dari sumber moral tersebut sehingga mudah menggerakkan dan mengajak orang lain. Value tersebut seperti perintah dan larangan dalam agama, makna dari norma tersebut, kisah-kisah epic tentang perlombaan sedekah ~bahkan ketika kas negara nol atau minus, fakta sejarah, bahkan cita-cita pemerataan pembangunan dan kesejahteraan ke seluruh pelosok bangsa Indonesia. Value tersebut nantinya akan memperkuat narasi dana abadi Muhammadiyah. Di sisi lain, norma-norma tersebut juga harus terinternalisasi dengan baik dalam kesadaran kita sebagai edukator, da’i, guru dll., sehingga antara perkataan, perbuatan dan batin selaras. Tiada berlainan antara satu dan lainnya.
Mengingat wakaf adalah sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan banyak dipraktikan oleh para sahabat sehingga dikatakan tiada sahabat yang mampu kecuali berwakaf, maka atas dasar tersebut kita bisa mendorong edukasi dan literasi berbasis pada fakta sejarah tersebut. Dengan mengeluarkan nilai-nilai filosofis dan semangat dari amal mereka. Sehingga sunnah ini menjadi kewajiban bagi tiap muslim (sunnah yang wajib).
Status “sunnah” pada wakaf justru menjadi kelebihan, karena sifatnya yang mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Para ulama sepakat bahwa wakaf masuk dalam kategori ijtihady, artinya masih terbuka dengan inovasi selama tidak menabrak ketentuan syariat. Keunikan ini akhirnya turut mengoptimalkan manfaat wakaf dan memproduksi cerita-cerita baru.
Bisa dikatakan bahwa kita dan masyarakat secara umum telah ternina-bobokan dari manfaat wakaf yang ada dalam kehidupan kita sehingga gagap melihat keutamaannya selama ini. Betapa banyak aset wakaf produktif yang telah menopang kehidupan dan ibadah kita di sekitar. Mungkin saja tiap aset wakaf yang telah produktif, perlu secara lantang kita promosikan bahwa “Ini adalah Aset Wakaf”
Konsep Literasi
Akhirnya, edukasi dan literasi untuk mendorong agar wakaf bisa menjadi gaya hidup warga Muhammadiyah harus menjadi perhatian pertama-tama dan utama, barulah kemudian nantinya diiringi dengan kebijakan dari organisasi. Jika kesadaran telah muncul, tidak saja partisipasi dari warga Muhammadiyah dan masyarakat yang akan masif, tapi repetisi dan advokasi juga sangat mungkin muncul. Edukasi ini bisa berkisar pada wakaf sebagai sedekah jariyah, kisah-kisah salafus shalih dalam berderma, signifikansi wakaf dalam peradaban dan pembangunan, wakaf dalam perencanaan keuangan, objek harta wakaf, peruntukan harta wakaf, dan lain-lain.
Seperti yang disebutkan, potensi wakaf di Muhamadiyah sangat besar, terlebih lagi potensi wakaf uang secara keseluruhan di Indonesia yang mencapai angka Rp 180 triliun. Namun realisasinya baru 0,5% di sepanjang tahun 2018-2021, yakni 855 Milyar. Salah satu penyebabnya adalah karena rendahnya literasi perwakafan masyarakat. Di Caringin, kabupaten Bogor, ada pesantren bernama Maghfirah yang sukses mengedukasi segelintir masyarakat untuk berwakaf dan menghimpun potensi wakaf sebesar Rp 60 Milyar hanya kurang dari satu tahun. Mari, kita tingkatkan literasi, edukasi dan partisipasi wakaf di Indonesia!