Majelis Pendidikan Kader Pimpinan Cabang Muhammadiyah (MPK PCM) Cileungsi kembali menyelenggarakan Baitul Arqam Pegawai yang ketiga kalinya pada Sabtu (19/2) lalu, bertempat di Aula SMK Muhammadiyah 3 Cileungsi.
Pada sambutan pembukaan acara, Jatnika Ketua MPK PCM Cileungsi memaparkan sejarah tentang nama perkaderan di Muhammadiyah. Begitu pun perbedaan antara Baitul Arqam dengan Darul Arqam baik pada tingkatan pimpinan Persyarikatan maupun kesamaan nama dengan perkaderan pada beberapa organisasi otonom Muhammadiyah.
Jatnika menambahkan, bahwa pelaksanaan BA Pegawai tahun 2022 ini setelah tertunda selama 3 tahun, yaitu sejak 2019. Sehingga jumlah pegawai yang sudah mengikuti BA Pegawai masih terhitung sedikit.
“Semoga akhir tahun ini, kami dapat menyelenggarakan kembali BA Pegawai agar semakin banyak pegawai yang mengenal dan memahami persyarikatan Muhammadiyah”, imbuhnya.
Nasihin, Ketua PCM Cileungsi mengajak sekaligus memotivasi 34 orang peserta BA Pegawai untuk sama-sama memahami Muhammadiyah, sehingga ke depannya ikut terlibat dalam mengembangkan dan memajukan Persyarikatan Muhammadiyah yang sudah lebih dari satu abad ini.
Selepas pembukaan, Nasihin bertindak sebagai pemateri pertama dengan tema Manajemen Sentralisasi. Salah satu dasar dijalankannya manajemen sentralisasi oleh PCM Cileungsi yaitu QS Al-hasyr ayat 7, dengan tujuan adanya pemerataan dan keadilan dalam pengelolaan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) di lingkungan PCM Cileungsi.
“Dengan sentralisasi ini, diupayakan tidak ada AUM yang merasa besar sendiri dengan potensi keuangannya, dan tidak ada AUM yang tertinggal. Semuanya saling mendukung. AUM besar mendukung AUM yang baru dan sangat butuh pengembangan,” terang Nasihin.
Karena tujuan hidup kita sebagai hamba Allah adalah untuk melakukan amal sholeh sebanyak-banyaknya selama hidup di dunia sebagai bekal kelak di akhirat.
“Hal itu pula yang menjadi pemicu semangat PCM Cileungsi, yaitu berupaya menghadirkan ladang amal sholeh untuk warga Muhammadiyah maupun masyarakat secara umum,” tambah Nasihin.
Transparansi dan akuntabilitas pada sistem keuangan yang dijalankan PCM Cileungsi adalah upaya menjauhkan warga Muhammadiyah dari perbuatan buruk yang menyebabkan diri terperosok pada kekufuran dan kejahatan.
Pada materi kedua, hadir Wakil Ketua PDM Kab. Bogor, Drs. Duduh Nurzaman, M.Pd. Duduh menyampaikan materi Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM) dalam mengelola AUM.
Dengan pembawaan khasnya, diawal materi, Duduh membakar semangat para peserta untuk memahami penamaan organisasi Muhammadiyah dan perannya dalam dakwah Islam.
“Tiga beban tugas Muhammadiyah: (1) Secara religiusitas memancarkan amal jariyah. (2) Secara intelektual melahirkan kecerdasan yg luar biasa. (3) Secara humanis/kemanusiaan memancarkan kepedulian sosial,” tambah Duduh.
Dari tiga beban tersebut, hendaknya warga Muhammadiyah memiliki kepribadian religius, cerdas, dan peduli terhadap kondisi sosial di masyrakat.
Hasil Muktamar Muhammadiyah di Jakarta tahun 2000 ditanfidzkan PHIWM (Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah)
PHIWM hadir:
- Dikarenakan akhlak dan muamalah duniawiyah warga Muhammadiyah yang belum baik.
- Supaya warga Muhammadiyah tidak keluar dari rel/koridor Islam dan Persyarikatan.
- Sebagai pedoman hidup Islami yang lebih simpel praktis yg dijalankan warga Muhammadiyah.
“Jagalah nama baik tempat Anda bekerja, walaupun tidak membuat Anda kaya, namun dapat membuat Anda tetap hidup”, tutup Duduh.
Materi ketiga disampaikan oleh Ustadz Asep Syarifuddin, S.Ag., Wakil Ketua PDM kab. Bogor dengan materi Ibadah sesuai Himpunan Putusan Tarjih (HPT) Muhammadiyah terutama thaharah dan sholat.
“Pada materi ibadah sesuai HPT ini lebih banyak kita mencari kesamaan, bukan mencari perbedaan. Karena kesamaan gerakan dan bacaan tersebut ditemukan pada banyak bagian, walaupun organisasi yang menjalankannya berbeda-beda”, ujar Asep.
Dengan pemaparannya yang sangat mendetail dan lengkap, terutama dalil-dalil yang digunakan Muhammadiyah, memantik antusias peserta dalam menyimak materi. Karena tidak hanya membacakan dalil yang menjadi dasar hukum di Muhammadiyah, pemateri pun menyampaikan dalil-dalil yang dijadikan sandara organisasi lainnya, sehingga menjadi perbandingan yang cukup lengkap.
“Karena pada dasarnya, semua ibadah harus berdasarkan dalil atau landasannya. Jika tidak, maka ibadah tersebut sia-sia atau tertolak,” tegas Asep.