Madrasah Mu’allimien Muhammadiyah mengadakan Kajian Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad Saw. melalui kajian virtual yang berlangsung dengan khidmat, Kamis pagi (11/3).
Kajian ini diikuti oleh seluruh guru dan civitas akademika serta seluruh siswa dan siswi Madrasah Mu’allimien Muhammadiyah Kab. Bogor secara virtual, dan beberapa perwakilan dari pengurus organisasi otonom (ORTOM) Mu’allimien ada yang mengikuti secara langsung di tempat kajian diadakan, yaitu di Madrasah Mu’allimien Muhammadiyah, dan tetap mematuhi protokol kesehatan (memakai masker, mencucui tagan dan menjaga jarak).
Dede Muslimien, S. Pd. selaku direktur Mu’allimien bagian kesiswaan menyampaikan bahwa tujuan diadakannya acara kajian ini adalah dalam rangka memperingati sekaligus sebagai momentum untuk memberikan nasihat dan konsumsi spiritualitas bagi para siswa dan siswi Mu’allimien, agar dapat memperbaharui kembali keimanannya dan lebih semangat dalam menuntut ilmu.
Adapun yang menjadi narasumber dalam kajian kali ini adalah Drs. Duduh Nurzaman, M. Pd. yang merupakan mantan direktur Madrasah Mu’allimien Muhammadiyah Bogor.
Peristiwa isra dan mi’raj Nabi Muhammad Saw. merupakan peristiwa agung yang dilatarbelakangi oleh berbagai ujian dan cobaan yang menimpa Rasulullah Saw dan tantangan yang dihadapinya pada masa itu. Ujian tersebut di antaranya adalah wafatnya orang terdekat Rasulullah Saw. pada tahun yang sama, yaitu Ummul Mukminin, Siti Khadijah (istri Rasulullah Saw) dan pamannya, Abu thalib.
Beliau juga menyampaikan bahwa yang melatarbelakangi peristiwa isra mi’raj adalah berbagai ujian dan tantangan dakwah yang dihadapi oleh Rasulullah Saw. dan cobaan lainnya baik berupa materi maupun non materi yang dilakukan orang-orang Kafir Quraisy kepadanya. Terlebih setelah wafatnya Siti Khadijah dan Abu Thalib, yang merupakan sosok pendukung, pembela, pelindung dan seorang yang menguatkan beliau. Sehingga secara psikologis Rasulullah Saw. mengalami gocangan dan kesedihan, tetapi beliau masih tetap bisa menjaga keimanannya dan tidak larut dalam kesedihan.
“Sehingga dengan kondisi seperti itulah Allah Swt memberangkatkan Nabi Saw melalui peristiwa isra mi’raj, di mana secara spiritual peristiwa tersebut menjadi wisata rohani yang spektakuler yang hanya dialami oleh Rasulullah Saw. sekaligus hiburan baginya dan tentu ini merupakan mukjizat yang Allah anugerahkan. Kita sebagai umatnya, hanya bisa mencontoh dari kejadian yang beliau hadapi, dan dari pengamalan aktualisasi yang beliau lakukan. Artinya, di saat kita sedang berada dalam kondisi terpuruk dan tidak stabil dalam mengahdapi berbagai keadaan sekarang ini, maka wisata rohani inilah yang bisa menjemabatani,” jelas Duduh dalam kajian tersebut.
Beliau juga menyampaikan bahwa peristiwa ini diabadikan oleh Allah Swt. dalam al-Qur’an surat Al-Isra’ (17) ayat 1. Isra’ mi’raj yaitu diberangkatkannya dan diperjalankannya Rasulullah Saw. dari Masjid al-Haram ke Masjid al-Aqsha, dan dari masjid al-Aqsha ke Sidrah al-Muntaha.
Beliau menyampaikan, bahwa di Sidratul Muntaha itulah Rasulullah Saw. menerima risalah berupa perintah istimewa, yaitu shalat lima waktu.
“ Satu-satunya perintah yang diturunkan di langit, tidak ada perintah lain yang diturunkan di langit kecuali shalat. Perintah zakat turun di bumi, perintah puasa, haji pun diturunkan di bumi, baik di bumi Makkah maupun di Madinah. Tetapi shalat diturunkan di Sidratul Muntaha, yang secara langsung oleh Allah kapada Rasulullah Saw.” ungkapnya.
Duduh mengingatkan, bahwa shalat merupakan salah satu rukun Islam dan ibadah yang mempunyai kedudukan yang sangat penting, yaitu sebagai tiangnya agama, amalan yang pertama kali akan dihisab di hari kiamat kelak, sehingga menjadi berometer baik dan buruknya amalan seorang Muslim.
“ Jika shalatnya baik, maka baik pula seluruh amalnya. Tetapi, jika shalalatnya rusak, maka rusak pula seluruh amalnya”, jelas Duduh mengutip salah satu sabda Nabi Saw.
Beliau juga mengingatkan, bahwa shalat hendaknya menjadi amal ibadah yang mengkristal dalam kehidupan dan mampu mencegah dari perbuatan keji dan munkar serta menjadi amalan aktualitas, sehingga mempunyai efek yang psoitif dalam setiap aktivitas kehidupan,
“Shalat bukan hanya sekedar formalitas saja, tetapi menjadi amalan yang memiliki muatan aktualitas, yaitu bukti nyata yang dirasakan oleh dirinya sendiri dan orang lain”, tutupnya. (Dandi)