Hikmah di Balik Musibah Wabah
Kondisi sekarang ini umat manusia sedang mengalami berbagai ujian. Salah satu ujian yang terbesar yakni Wabah Virus COVID-19 yang saat ini tengah terjadi di negeri tercinta Indonesia dengan Varian baru “Omicron” namanya. Hampir 2 tahun sudah Wabah ini melanda dunia, khususnya negeri kita Indonesia. Sebagian orang sudah ada yang pasrah dengan keadaan saat ini. Apalagi ditambah lemahnya tatanan sosial, budaya, dan khususnya ekonomi.
“Every cloud has a silver lining”, “Ada Hikmah di balik setiap Musibah”. Nasihat bijak yang pernah kita dengar, kalimat yang sering disampaikan oleh orang-orang setiap kali ada musibah. Sebagai bentuk motivasi untuk saling membangkitkan semangat (menguatkan satu dengan lainnya), mengajak berpikir positif, serta menunjukkan keberpasrahan manusia, makhluk yang lemah bila dihadapkan dengan kekuasaan takdir Allah subhanahuwata’ala. Dalam Surah Al-Baqarah, ayat 269: “Dia memberikan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Barang siapa diberi hikmah, sesungguhnya dia telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang mempunyai akal sehat.”
Saling Mengingatkan serta Menguatkan.
Di sinilah Wabah memberi Hikmah kepada manusia untuk mensyukuri nikmat sehat, sekaligus belajar tentang kesehatan, termasuk kebersihan diri dan lingkungan. Dalam pandemi, menjaga kesehatan dan kebersihan tidak hanya berlaku pada level individu, melainkan seluruh lingkungan serta komunitas. Dalam skala yang lebih luas, penanganan pandemi juga menuntut kerja sama seluruh anggota masyarakat hingga pemerintah sebagai pengambil kebijakan. Terlampau sudah, karena pandemi Covid-19 adalah krisis global, penanganan pandemi juga menuntut kerja sama antarbangsa. Di sinilah gotong royong dalam kebaikan (taawun alal birri) mutlak diperlukan. Orang mukmin adalah orang yang punya konstribusi besar kepada sesama.
Hikmah terbesar dari wabah Covid-19 tentu saja kesadaran manusia untuk selalu memikirkan dan mempersiapkan kematian, karena sebagaimana Nabi Muhammad SAW telah bersabda, sebaik-baik pengingat adalah kematian. Wa kafa bil mauti wa idzho”, yang artinya “Cukuplah kematian itu sebagai pengingat”. Hal ini juga telah difirmankan Allah dalam Q.S Al A’raf ayat 34:
وَلِكُلِّ اُمَّةٍ اَجَلٌۚ فَاِذَا جَاۤءَ اَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُوْنَ سَاعَةً وَّلَا يَسْتَقْدِمُوْنَ
“walikulli ummatin ajalun fa-idzaa jaa-a ajaluhum laa yasta’khiruuna saa’atan walaa yastaqdimuuna, yang artinya “Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya”.
Pandemi mengajak manusia untuk merenung, mensyukuri setiap tarikan nafas yang ada pada dirinya atau orang terdekat sebelum nikmat itu diambil tiba-tiba. Mempersiapkan kematian berarti semakin menghargai kehidupan.
Bentuk Hikmah yang terjadi saat ini ialah dapat menumbuhkan kesalehan pribadi, serta meningkatkan hubungan kita sebagai manusia kepada sang Pencipta kemudian hasil akhirnya adalah menumbuhkan kesalehan sosial.
Karena perumpamaan seorang muslim dengan muslim lainnya bagaikan tubuh:
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ، وَتَعَاطُفِهِمْ، وَتَرَاحُمِهِمْ، مَثَلُ الْجَسَدِ، إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
“Perumpamaan kaum mukmin dalam sikap saling mencintai, mengasihi dan menyayangi, seumpama tubuh, jika satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh yang lain akan susah tidur atau merasakan demam.” (HR. Muslim)
Dan perumpamaan lainnya seperti sebuah struktur bangunan kokoh.
Dari Abu Musa RA, Rasulullah SAW bersabda
الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
“Seorang mukmin dengan mukmin lainnya seperti satu bangunan yang satu sama lain saling menguatkan” kemudian beliau menggeggamkan jari-jarinya (Shahih Muslim No.4684).
Wallahu a’lam bishshowab.