Oleh: Bapak K.H. Adang Qomaruddin, BA.
Disampaikan dalam Khutbah ‘Iedul Fitri 1433 H.
Di Komplek Perguruan Muhammadiyah Cibitung Wetan, Pamijahan, Kabupaten Bogor
Indonesia tanah air kita, tanah pusaka, tanah tumpah darah kita, tanah yang subur, tanah pujaan bangsa-bangsa dunia. Indonesia tanah tercinta, tanah kebanggaan kita bersama. Kini tanah yang dihuni oleh sekitar 240 juta orang itu sedang merana, tengah dirundung oleh berbagai kesulitan hidup, didera oleh seribu satu penderitaan hampir di semua lini kehidupan. Berbagai upaya perbaikan terus dicoba, dicoba, dan dicoba, namun belum banyak tanda-tanda keberhasilan yang menggembirakan.
Apakah gerangan sebabnya Indonesia Raya terpuruk seperti sekarang ini? Saudara-saudara kaum muslimin wal muslimat, hamba Allah yang berbahagia.Salah satu sebab terpenting dari keterpurukan bangsa indonesia ini akibat adanya krisis mentalitas dan akhlak. Tegasnya, sebagian anak bangsa ini tidak mampu menyalahkan diri sendiri, hingga terseret dalam kancah kehidupan yang abu-abu. Batas halal-haram sudah tidak jelas lagi. Bahkan tidak jarang menjadi terbalik; yang halal menjadi haram dan yang haram menjadi halal.
Puncaknya adalah menghalalkan segala cara asal tercapai tujuan pribadi. Diperparah lagi degan mental serakah dan tamak yang membuat seseorang sulit mengendalikan dirinya. Kecendrungan hidup berfoya-foya dan bermewah-mewah mendominasi nafsunya, walau harus mengorbankan kepentingan orang lain. Orang tamak dan serakah model begini sukar untuk bersikap peduli terhadap sesama. Tindak tanduknya bersifat asosial, yang ingin mereguk kesenangan dunia seorang diri. Pada umumnya orang seperti ini tidak senang melihat orang lain sukses. Kalo perlu, bangsa dan negara pun dikorbankan untuk kesuksesan dirinya sendiri.
Rizki, jabatan, prestise dan prestasi diraih dengan menyingkirkan saingannya dengan cara brutal sekalipun. Memfitnah, mengadu domba, membunuh dianggap halal-halal saja. Demikian pula mereguk kekayaan dengan cara mencuri adalah obsesinya sehari-hari.Seperti yang diprediksi Rasulullah:
“hidmatuhum butuunuhum, wasyarakuhum mataa-uhum, waqiblatuhum nisaa-uhum, wadiinuhum daraa-hibuhum, wadanaaniruhum”.
Perhatian dan obsesi mereka hanya untuk perutnya, jabatan mereka hanya untuk menumpuk kekayaan, kiblat mereka adalah wanita, agama mereka dihargakan dengan dirham dan dinar alias duit. Ulaa-ika syarrul khalqi laa khalaqalahum ‘inda Allah. Mereka itulah sejahat-jahat makhluk Allah yang tidak akan mendapatkan bagian yang menyenangkan kelak di hari kiamat.
Hasan Bashri, seorang tokoh ‘ulama dari Bashrah, Irak, zaman dahulu kala mengatakan: penguat agama adalah sikap wara’,sedangkan penghancur agama adalah sikap rakus atau tamak atau serakah. Umar Bin Khattab RA berkata: orang tamak tidak akan pernah merasa kaya, melainkan selalu merasa miskin (kekurangan terus menerus).
Koruptor-koruptor Indonesia melakukan korupsi pada umumnya tidak didorong oleh tekanan ekonomi, melainkan karena mental tamak, rakus, serakah itu tadi. Mereka tidak jera-jeranya mencuri uang negara, yang pada hakikatnya adalah uang rakyat, karena iman mereka sudah rusak, hati mereka sudah buta, pikiran mereka sudah picik, mental mereka sudah bobrok. Memang aneh tapi nyata.
Tidak sedikit orang yang akhlaknya hancur, dengan segala bentuk kemaksiatan mereka tergiur, halal dan haram bercampur baur, akibatnya jalan hidupnya menjadi ngaur. Tidak sedikit lembaga keluarga yang tidak teratur, orang tua tidak jadi teladan dan tolak ukur, disiplinnya longgar dan tanggung jawabnya kendur, akhirnya sepak terjang hidupnya ngelantur. Begitu pula rakyat Indonesia rata-rata hidupnya mundur, tidak banyak yang maju karena otaknya tidur, imannya tipis pendiriannya luntur, akhirnya banyak yang sengsara nyaris terkubur. Para pejabatnya banyak yang tidak jujur, sikapnya hedonistik, materialistik, dan takabur, tindak tanduknya cuek, santai dan kurang bersyukur, tak peduli rakyatnya terbentur dan tersungkur. Negara yang seharusnya subur, gemah ripah di bawah naungan Allah yang maha ghafur, tapi ternyata kini kejayaannya menanti lebur. Hal ini adalah karena sikap hedonistik atau hubuddunya dari sebagian bangsa Indonesia.
Saudara-saudara kaum muslimin rahimakumullah…
Koruptor adalah pencuri yang sering dijuluki tikus. Ada tikus kecil, tikus sedang, dan tikus besar. Yang jelas semuanya menjijikan, mengesalkan, membahayakan, merusak, kotor, menyebabkan penyakit dan lain-lain. Mereka, para koruptor itu melakukan kerusakan di berbagai lini kehidupan dan di berbagai tempat. Di kantor, di pasar, di sekolah, di rumah sakit, di panti asuhan, di sawah, di mesjid, di kampus, di kampung, di desa, bahkan di tempat yang terkena bencana alam mereka mau mengkorup. Bahkan yang akhir-akhir ini kita dengar, proyek pengadaan Al-Qur’an yang sakral itu pun, dikorupsi dengan anggaran milyaran, padahal itu adalah salah satu oknum dari Departemen Agama, Na’uudzubillah.
Pendek kata, di mana-mana ada tikus, yang doyan akan fulus, yang selalu membuat ulah dan kasus, nafsu serakahnya selalu haus, mengurus dirinya tidak becus, ujian hidupnya tidak lulus. Akhlaknya tidak terurus, nilai kemanusiaannya minus, jiwanya seperti kardus, mentalnya tamak dan rakus, tidak pernah jera sebelum perutnya meletus. Uang rakyat ia gerus, merusak negara secara halus, tapi akibatnya sangat serius, tak peduli bangsanya collapse menanti pupus.
Wahai tikus, harga dirimu kerdil dan kurus, sosok hidupmu tidak bagus, kapan engkau bertobat secara tulus? Betapapun besar penghasilan dan pendapatan negara kita, ditambah dengan uang hasil pinjaman luar negeri (yang kabarnya hutang kita sekitar 5000 trilyun!) tetap saja bangsa ini terpuruk bila tikus-tikus itu dibiarkan menggerogoti dan merusak tiang-tiang kehidupan berbangsa dan bernegara. Kapan suatu bangunan akan selesai dengan sempurna bila engkau membangun sedang yang lain merobohkannya? Kita tanam padi dengan susah payah, kita tengoki setiap hari, kita pupuki, kita airi, kita sayangi, kita siangi, tetapi bila hama tikus dan hama-hama perusak lainnya kita biarkan, maka kerja keras kita itu nuscaya akan sia-sia belaka. Arang habis, besi binasa, minyak punah, gulai tak lemah, cape digawe teu kapake (capek kerja, tapi tak terpakai/tak menghasilkan).
Saudara-saudara, kita sebagai bangsa yang besar, tanah airnya kaya raya, subur makmur, gemah ripah loh jenawi, ternyata masih mendengar rakyatnya merintih nangis memilukan, karena menderita sakit dan tak mampu berobat. Kita sering mendengar atau membaca keluh kesah rakyat kecil, yang berlama-lama antre untuk membeli beras murah atau minyak tanah, bahkan air. Sedih nelangsa, anak usia sekolah berhenti karena terhambat biaya. Ketidakberdayaan balita yang tubuhnya kurus kering tinggal kulit membalut tulang karena kekurangan gizi. Anak-anak terlantar berbaur dengan gelandangan dan pengemis, berkeliaran di mana-mana mencari sesuap nasi, bahkan kadang-kadang mencari makanan di bak-bak sampah, berebut dengan anjing kurap.
Sementara itu, fasilitas umum pun seperti jalan, transportasi, air, listrik, dan sebagainya, banyak yang masih mengecewakan. Ketika saya berkunjung ke Malaysia, di sana tidak pernah atau jarang terjadi kemacetan, karena jalan-jalan di bawah tanah sudah banyak. Kenapa di kita belum bisa membuat jalan di bawah tanah? Karena sebahagian anggarannya dikorupsi. Alangkah buruknya nasib suatu bangsa, bangsa apapun, manakala koruptor yang tamak, serakah, dan rakus, dan senang hidup mewah dengan berfoya-foya itu dibiarkan bebas bergentayangan. Padahal mereka itu adalah biang kerok yang berpotensi menyengsarakan rakyat banyak, merusak moral, membuat hidup tidak bermartabat, berpotensi memupuk dosa, menghambat kemajuan, dan melumpuhkan negara, bahkan bisa merobohkannya.
Saudara-saudaraku, lihatlah firman Allah dalam Al-Qur’an, yang maha benar dengan segala firman-Nya:
وَاِذَآ اَرَدْنَآ اَنْ نُّهْلِكَ قَرْيَةً اَمَرْنَا مُتْرَفِيْهَا فَفَسَقُوْا فِيْهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنٰهَا تَدْمِيْرًا
Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, Maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, Maka sudah sepantasnya Berlaku terhadapnya Perkataan (ketentuan kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya. (Al-Israa: 16)
Saudara-saudara kaum muslimin, hamba Allah yang berbahagia. Mungkinkah sebuah bangsa besar yang sudah berdiri selama 67 tahun seperti Indonesia ini bisa roboh, bisa hancur, bisa hilang? Jawabannya tegas: BISA. Buktinya sudah banyak diperlihatkan dalam lembaran sejarah. Silahkan saja membaca sejarah.Indonesia adalah tanah impian, tanah yang sangat menjanjikan, terletak di persimpangan jalur ekonomi yang amat strategis, bangsa-bangsa yang berjiwa imperialis sangat berhasrat menguasai Indonesia.
Mereka tetap mengincar untaian zamrud khatulistiwa ini, dan menanti saat yang tepat untuk merebut tanah pusaka Indonesia kita ini. Secara ekonomi, menurut sebagian ahli, negeri kita pun sebenarnya sekarang sedang terjajah. Demikian pula secara budaya dan lain-lain. Buktinya rasa nasionalisme kita sudah mulai luntur dari hari ke hari. Dilanda budaya asing yang secara gencar dihembuskan ke tengah-tengah masyarakat kita. Mulai dari cara berpakaian, bergaul, bersikap, beretika, sampai cara berpikir dan menyikapi agama.Apalagi, kalau misalnya pasukan pertahanan dan pembela negara kondisinya lemah, jiwa patriotiknya luntur, ditambah lagi alat persenjataanya tertinggal alias out of date, tidak tangguh, tidak modern, sudah berumur tua, karena anggaran untuk memperkuat persenjataan kita dicuri oleh apra koruptor, maka pihak lawan yang selama ini mengintip kelemahan kita akan mudah mengalahkan kita. Maka bisa saja berlaku pada negara kita ketentuan Allah seperti dalam surat Al-Israa ayat 16 di atas, na’uudzubillah.
Saudara-saudaraku, maka dari itu marilah kita berantas terus tikus-tikus perusak itu. Kita jangan pernah tergiur untuk menjadi koruptor walaupun peluang itu terbuka lebar di depan mata kita. Perkuat ketaqwaan kita kepada Allah, sadarkan diri kita dengan pendirian yang istiqomah bahwa korupsi adalah dosa besar. Tanamkan kesan yang mendalah pada nurani kita bahwa korupsi adalah mencuri, bahwa koruptor adalah pencuri, tindakannya tidak manusiawi, hatinya kotor penuh misteri, menyengsarakan penduduk negeri, merugikan diri sendiri, di dunia dibenci, dimaki, dan tidak dihargai, di akhirat dinanti siksa yang teramat ngeri.
Koruptor sama dengan tukang nyolong, pandai berbuat dan berkata bohong, imannya bolong akhlaknya gosong, hidupnya merongrong melebihi kucing garong. Sungguh baik menjadi orang penting, tapi lebih penting lagi jadi orang baik. Kata Rasulullah: khairunnaas ‘anfa-uhum linnaas. Sebaik-baik manusia adalah yang memberi bermanfaat bagi manusia lainnya. Bukan yang memberi mudharat, menyusahkan dan menyengsarakan orang lain. Bukan menipu, memmfitnah dan membohongi orang lain. Bukan pula merongrong dan menggerogoti sesuatu yang bukan haknya.
Akhirnya saudara-saudaraku, marilah kita berdo’a kepada Allah Swt. Ya Allah, tetapkanlah hati kami dalam panduan agama-Mu yang lurus, agar hidup kami yang sebentar ini lebih bermakna dan berguna. Ya Allah, jauhkanlah kami dari perbuatan yang mendurhakai perintah-Mu. Dekatkanlah kami kepada apa yang Engkau ridhoi. Ya Allah yang maha agung dan maha pemurah, berilah kami hari yang tentram dan ridho, serta bahagia dengan semua pemberian-Mu tanpa harus menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Ya Allah sayangilah kami dalam kehidupan, lindungilah kami dalam perjuangan, terimalah kami dalam pengabdian, ampunilah kami dalam kesalahan, berilah kami kebahagiaan dunia dan akhirat.